Friday, June 17, 2016

Lafadz Niat Mengeluarkan Zakat



LAFADZ NIAT ZAKAT
Oleh: Lilik Murodi.S.Sy

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِّىْ وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِىْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ تَعَالى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'ANNII WA'AN JAMII'I MAA YALZAMUNII NAFAQOOTUHUM SYAR'AN FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA
Artinya :
Saya niat mengeluarkan zakat atas diri saya dan atas sekalian yang saya diwajibkan memberi nafkah pada mereka secara syari’at, fardhu karena Allah Ta’aala.
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri
Niat ini diucapkan oleh diri kita sendiri tanpa diwakilkan kepada orang lain. Adapun lafadznya adalah sebagai berikut :
 نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ فَرْضًا ِللهِ تعالى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN NAFSII FARDLOL LILLAAHI TA'AALAA
Artinya :
Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah pada diri saya sendiri, fardhu karena Allah Ta'ala
Niat Zakat Fitrah untuk Istri
Jika seorang suami ingin membacakan niat zakat fitrah untuk istrinya, maka lafadznya adalah sebagai berikut :
                                          نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN ZAUJATII FARDHOL LILLAATI TA'AALAA
Artinya :
Saya niat mengeluarkan zakat fitrah atas istri saya fardhu karena Allah Ta'ala
Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan
فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى (…..)نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN (Sebutkan nama orangnya) FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA
Artinya :
Niat saya mengeluarkan zakat fitrah atas…. (sebut nama orangnya), Fardhu karena Allah Ta’ala

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki
Bagi orang tua yang memiliki seorang anak laki-laki yang masih bayi, balita dan/atau mungkin belum bisa membaca niat zakat fitrah, maka bisa diwakilkan kepada orang tuanya. Dan berikut adalah lafadz niatnya :
فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى... نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN WALADII (Sebutkan Nama Anaknya) FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA
Artinya :
Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah atas anak laki-laki saya (sebut namanya) Fardhu karena Allah Ta’ala
Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan
Bagi orang tua yang memiliki seorang anak perempuan yang masih bayi, balita dan/atau mungkin belum bisa membaca niat zakat fitrah, maka bisa diwakilkan kepada orang tuanya. Dan berikut adalah lafadz niatnya :
فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى... نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بنت

NAWAITU AN UKHRIJA ZAKAATAL FITHRI 'AN BINTII (Sebutkan Nama Anaknya) FARDHOL LILLAAHI TA'AALAA
Artinya :
Sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah atas anak perempuan saya (sebut namanya), fardhu karena Allah Ta’ala
  • Do'a mengeluarkan zakat fitrah :
اللهم اجعلها مغنما ولا تجعلها مغرما                                                                     Allahumma j’alhaa maghnaman, walaa taj’alhaa maghraman”
                                                                                                                                             
Artinya : "Ya Allah Jadikanlah ia sebagai simpanan yang menguntungkan dan jangan jadikan pemberian yang merugikan"
  • Do'a yang menerima zakat fitrah:
اجرك الله فيما اعطيت ، وبارك لك فيما ابقيت ، وجعله لك طهورا
“Aajarak-llahuma fiima a’thaita, wa baraaka laka fiima abqaita, waj’alhu laka thahuuraa”
Artinya : "Semoga Allah memberi pahala atas apa yg telah kau berikan, menjadikannya penyuci (jiwa dan harta) untukmu, dan melimpahkan berkah terhadap harta yg tersisa."

Tuesday, June 14, 2016



Inilah 9 Makna Penting Ramadhan
Oleh: Lilik Murodi.S.Sy

Kata “Ramadhan” merupakan bentuk mashdar (infinitive) yang terambil dari kata ramidhayarmadhu yang pada mulanya berarti membakar, menyengat karena terik, atau sangat panas. Dinamakan demikian karena saat ditetapkan sebagai bulan wajib berpuasa, udara atau cuaca di Jazirah Arab sangat panas sehingga bisa membakar sesuatu yang kering.

Selain itu, Ramadhan juga berarti ‘mengasah’ karena masyarakat Jahiliyah pada bulan itu mengasah alat-alat perang (pedang, golok, dan sebagainya) untuk menghadapi perang pada bulan berikutnya. Dengan demikian, Ramadhan dapat dimaknai sebagai bulan untuk ‘mengasah’ jiwa, ‘mengasah’ ketajaman pikiran dan kejernihan hati, sehingga dapat ‘membakar’ sifat-sifat tercela dan ‘lemak-lemak dosa’ yang ada dalam diri kita.

Ramadhan yang setiap tahun kita jalani sangatlah penting dimaknai dari perspektif nama-nama lain yang dinisbatkan kepadanya. Para ulama melabelkan sejumlah nama pada Ramadhan.

Pertama, Syahr al-Qur’an (bulan Alquran), karena pada bulan inilah Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, kitab-kitab suci yang lain: Zabur, Taurat, dan Injil, juga diturunkan pada bulan yang sama.

Kedua, Syahr al-Shiyam (bulan pua sa wajib), karena hanya Ramadhan me ru pakan bulan di mana Muslim diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh. Dan hanya Ramadhan, satu-satunya, nama bulan yang disebut dalam Alquran. (QS al-Baqarah [2]: 185).

Ketiga, Syahr al-Tilawah (bulan membaca Alquran), karena pada bulan ini Jibril AS menemui Nabi SAW untuk melakukan tadarus Alquran bersama Nabi dari awal hingga akhir.
Keempat, Syahr al-Rahmah (bulan penuh limpah an rahmat dari Allah SWT), karena Allah menurunkan aneka rahmat yang tidak dijumpai di luar Ramadhan. Pintu-pintu kebaikan yang mengantarkan kepada surga dibuka lebar-lebar.

Kelima, Syahr al-Najat (bulan pembebasan dari siksa neraka). Allah menjanjikan pengampunan dosa-dosa dan pembebesan diri dari siksa api neraka bagi yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharap ridha-Nya.
Ke enam, Syahr al-’Id(bulan yang berujung/ berakhir dengan hari raya). Ramadhan disambut dengan kegembiraan dan diakhiri dengan perayaan Idul Fitri yang penuh kebahagiaan juga, termasuk para fakir miskin

Ketujuh, Syahr al-Judd (bulan kedermawanan), karena bulan ini umat Islam dianjurkan banyak bersedekah, terutama untuk meringankan beban fakir dan miskin. Nabi SAW memberi keteladanan terbaik sebagai orang yang paling dermawan pada bulan suci.

Kedelapan, Syahr al-Shabr (bulan kesabaran), karena puasa melatih seseorang untuk bersikap dan berperilaku sabar, berjiwa besar, dan tahan ujian.

Kesembilan, Syahr Allah (bulan Allah), karena di dalamnya Allah melipatgandakan pahala bagi orang berpuasa.


Monday, June 6, 2016

Hakikat Puasa



Hakikat Puasa
Oleh : Lilik Murodi.S.Sy

Hakikat Puasa dan Bertemu dengan Allah
 Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mendengar seorang wanita tengah mencaci-maki hamba sahayanya, padahal ia sedang berpuasa. Nabi saw, segera memanggilnya. Lalu Beliau menyuguhkan makanan seraya berkata, “Makanlah hidangan ini “. Keruan saja wanita itu menjawab, “Ya Rasulullah, aku sedang berpuasa”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, berkata dengan nada heran, “Bagaimana mungkin engkau berpuasa sambil mencaci-maki hamba sahayamu ?”. Sesungguhnya Allah menjadikan puasa sebagai penghalang (hijab) bagi seseorang dari segala kekejian ucapan maupun perbuatan. Betapa sedikitnya orang yang berpuasa dan betapa banyaknya orang yang lapar”.  (HR Bukhari)
Dengan hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ingin mengingatkan kaum Muslim hakikat puasa yang sebenarnya.
Istilah shaum bersumber dari bahasa Arab yang artinya, menahan, mengekang atau mengendalikan (al-imsak).
Secara syariat (fikih), makna puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan mulai terbitnya fajar shubuh hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat.
Puasa terdiri dari tiga tingkatan.
Puasa perut, tingkatan paling awal adalah puasa yang memenuhi syariat, yakni puasa muslim pada umumnya.
Puasa hawa nafsu, tingkatan selanjutnya setelah puasa perut, puasa sesauai syariat yang diikuti dengan menahan hawa nafsu.
Apabila engkau berpuasa hendaknya telingamu berpuasa dan juga matamu, lidahmu dan mulutmu, tanganmu dan setiap anggota tubuhmu atau setiap panca inderamu” (al Hadits).
Puasa qalbu, tingkatan tertinggi setelah puasa hawa nafsu, puasa yang diikuti dengan menahan dari segala kecenderungan yang rendah dan pikiran yang bersifat duniawi, serta memalingkann diri dari segala sesuatu selain Allah.
Keadaan sadar(kesadaran) atau perilaku/perbuatan secara sadar dan mengingat  Allah (dzikrulllah)  inilah kunci dari Taqwa
Sayidina Ali bin Abi Thalib ra mengatakan “Puasa Qalbu adalah menahan diri dari segala pikiran dan perasaan yang menyebabkan terjatuh pada dosa”.
Bertemu Allah
Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya” (HR Bukhari).
Sebagian muslim memahami bahwa yang dimaksud dengan hadits ini adalah  dengan amal puasa kita dapat bertemu dengan Allah di akhirat kelak.
Benar, bahwa dengan amal puasa dan amal-amal lainnya yang menunjukkan tingkat ketaqwaan seorang muslim yang dapat menghantarkan pada kenikmatan tertinggi dari semua kenikmatan yang ada di surga adalah melihat (bertemu) Allah..
Bahkan bagi mereka yang berpuasa, telah tersedia pintu khusus untuk mereka
Dari Sahl dari Nabi bersabda : Sesungguhnya dalam surga terdapat sebuah pintu yang bernama Ar Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya. ….(Hadist riwayat Bukhari dan Muslim)
Namun sesungguhnya kegembiraan berpuasa, bertemu dengan Allah dapat juga kita rasakan atau kita alami saat kita di dunia.
Mereka yang merasakan bertemu Allah di dunia  adalah mereka yang gemar mengadukan segala macam persoalan kehidupannya di dunia ke hadapan Allah. Mereka yang dengan sesungguhnya mengatakan bahwa,
….. hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (QS  Al Fatihah [1] : 5 )
Mereka-mereka yang gembira dilihat Allah Azza wa Jalla.
Mereka-mereka yang gembira bertemu dengan Allah Azza wa Jalla di dunia.
Sebagian muslim belum mengimani bahwa kita dapat bertemu dengan Allah Azza wa Jalla di dunia walaupun kita tidak dapat melihatNya.
Sebagian muslim belum mengimani bertemu dengan Allah Azza wa Jalla di dunia karena kesalahpahaman memahami firman Allah ta’ala yang artinya,
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dia-lah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-An’aam: 103]
Allah Subhanahu wa Ta’ala pernah berfirman kepada Nabi Musa Alaihissalam
Kamu sekali-kali tidak dapat melihat-Ku.” [QS Al-A’raaf: 143]
Demikian juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang akan bisa melihat Rabb-nya hingga ia meninggal dunia” (HR Muslim)
Juga pernyataan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata.
Barangsiapa menyangka bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Rabb-nya, maka orang itu telah melakukan kebohongan yang besar atas Nama Allah.” (Muslim)
Firman-firman Allah dan hadits diatas adalah petunjuk bahwa Allah tidak dapat kita lihat di dunia dengan mata kepala (secara dzahir / lahiriah).
Namun kita dapat menghadap kepada Allah,  bersama Allah, bertemu Allah, berlari kepada Allah (Fafirruu Ilallah) ketika di dunia walaupun kita di dunia  tidak dapat melihatNya.
Sebagai contoh bahwa kita menghadap Allah, bertemu Allah ketika di dunia adalah mendirikan sholat
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin , “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“.
Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah Azza wa Jalla.
Sebagian muslim tidak menyadari bahwa mereka menghadap Allah Azza wa Jalla, bertemu Allah Azza wa Jalla di dunia. Mereka beribadah (menyembah Allah)  tanpa merasakan menghadap ke hadhirat Allah.
Sebagian muslim di dunia bahkan “menghindari” menghadap Allah Azza wa Jalla atau “menghindari” bertemu dengan Allah Azza wa Jalla, seolah-olah mereka dapat tidak terlihat oleh Allah Azza wa Jalla di dunia  padahal Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Maka kerugian besar bagi muslim yang belum dapat merasakan seolah-olah melihat Allah Azza wa Jalla di dunia, bertemu  Allah Azza wa Jalla, bersama dengan Allah ketika di dunia.
Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Mereka secara tidak disadari mengingkari apa yang mereka ucapkan bahwa
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS Al Fatihah : 1)
Sesungguhnya, “dengan menyebut nama Allah” itu adalah “dengan dzatNya”, bersama Allah, bertemu Allah, berlari kepada Allah (Fafirruu Ilallah).
Jadi, muslim yang berpuasa dan dapat mengalami, merasakan kegembiraan bertemu dengan Allah di dunia dan mengharapkan tetap bertemu dengan Allah di akhirat kelak  adalah mereka yang telah menjalankan puasa qalbu. Selama mereka berpuasa mereka melakukan secara sadar dan mengingat Allah. Mereka bersama Allah.
Buatlah perut-perutmu lapar dan qalbu-qalbumu haus dan badan-badanmu telanjang, mudah-mudah an qalbu kalian bisa melihat Allah di dunia ini (HR Bukhari).

Sunday, June 5, 2016

Kami segenap pengurus Yayasan & Staf Pengasuh TPA, PAUD, RA & MD Mamba'ul 'Ulum mengucapkan mohon maaf lahir bathin & selamat menunaikan ibadah puasa