Ibu adalah tempat bersandar disaat kita berada dalam keadaan terpuruk
ketika menjalani beratnya kehidupan ini. Tapi seringkali disaat kita
mendapatkan kebahagiaan, kita lupa untuk membaginya bersama ibu.
Padahal dari untaian do’a yang dipanjatkan oleh ibulah kemudian kita dianugrahi kebahagiaan tersebut oleh Allah Swt. Bahkan para ustad sering kali berkata bahwa restu / ridha Allah itu tergantung dari restunya orang tua, terutama ibu.
Dan dikatakan juga dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata
Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Adanya hadist tersebut menunjukan kecintaan dan kasih saying terhadap seorang ibu, haruslah tiga kali lipat dibandingkan terhadap besarnya kasih saying seorang anak terhadap ayahnya.
Nabi Saw menyebutkan pengulangan kata ibu sampai tiga kali kemudian diakhiri dengan kata ayah yang hanya satu kali pengucapan saja. Bila hal itu sudah dapat dimengerti , realitas lain dapat menguatkan pengertian tersebut. Karena sulitnya perjuangan seorang ibu ketika sedang menghadapi masa hamil, kesulitan pada saat melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui juga merawat anak. Yang semua itu hanya dialami oleh seorang ibu.
Ada pula ucapan dari salah satu ulama terkemuka dalam kitabnya Al- Kabaair tentang perjuangan seorang ibu yang mungkin kita bisa renungkan untuk dapat lebih memuliakan beliau.
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-teranga
Padahal dari untaian do’a yang dipanjatkan oleh ibulah kemudian kita dianugrahi kebahagiaan tersebut oleh Allah Swt. Bahkan para ustad sering kali berkata bahwa restu / ridha Allah itu tergantung dari restunya orang tua, terutama ibu.
Dan dikatakan juga dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata
Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Adanya hadist tersebut menunjukan kecintaan dan kasih saying terhadap seorang ibu, haruslah tiga kali lipat dibandingkan terhadap besarnya kasih saying seorang anak terhadap ayahnya.
Nabi Saw menyebutkan pengulangan kata ibu sampai tiga kali kemudian diakhiri dengan kata ayah yang hanya satu kali pengucapan saja. Bila hal itu sudah dapat dimengerti , realitas lain dapat menguatkan pengertian tersebut. Karena sulitnya perjuangan seorang ibu ketika sedang menghadapi masa hamil, kesulitan pada saat melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui juga merawat anak. Yang semua itu hanya dialami oleh seorang ibu.
Ada pula ucapan dari salah satu ulama terkemuka dalam kitabnya Al- Kabaair tentang perjuangan seorang ibu yang mungkin kita bisa renungkan untuk dapat lebih memuliakan beliau.
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-teranga
0 comments:
Post a Comment